Jenis-Jenis Kajian Feminisme Sastra

Pada umumnya, kajian feminisme terhadap suatu karya sastra didasarkan pada teori-teori feminisme yang dikembangkan para tokoh feminis. Berikut ini adalah aliran feminisme berdasarkan teorinya (Rosemary,2010: 20-21):

  1. Feminisme liberal, feminisme liberal berusaha memperjuangkan agar perempuan mencapai persamaan hak-hak yang legal secara sosial dan politik. 
  2. Feminisme radikal, feminisme radikal bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-lakidandikotomi privat publik.
  3. Feminisme marxis, menganut teori konflik yang berlandaskan pada pemikiran Karl Marx. Menurut Marx hubungan antara suami dan istri serupa dengan hubungan borjuis dan proletar. Pada sistem kapitalisme, penindasan perempuan malah dilanggengkan oleh berbagai cara dan alasan yang menguntungkan.
  4. Feminisme sosialis, teori yang dikemukakan oleh feminisme sosialis dikenal dengan teori patriarki kapitalis, yang diungkapkan pertama kali oleh Zillah Eisenstein, yakni menyamakan dialektika antara struktur kelas kapitalis dengan struktur hierarki seksual.
  5. Feminisme psikoanalisis, dalam teori ini dinyatakan bahwa penjelasan fundamental atas cara bertindak perempuan berakar dalam psike perempuan, terutama dalam cara pikir perempuan. Berdasarkan konsep Freud, seperti tahapan Oedipal dan kompleks Oedipus, mereka mengklaim bahwa ketidaksetaraan gender berakar dari rangkaian pengalaman dari masa kanak-kanak yang mengakibatkan bukan saja cara laki-laki memandang dirinya sebagai maskulindan perempuan memandang dirinya sebagai feminine, melainkan juga cara masyarakat memandang bahwa maskulinitas adalah lebih baik daripada feminitas.
  6. Feminisme eksistensialis, aliran ini dipelopori oleh Simone de Beauvoir yang memakai teori eksistensialisme dalam memaknai relasi laki-laki dan perempuan. Dalam bahasa ini laki-laki dinamai “Sang Diri”, sedangkan perempuan dinamai “Sang Liyan”. Pemikiran kritis Beauvoir menjadi pembuka jalan bagi para feminisme postmodern.
  7. Feminisme postmodern, feminis postmodern memandang dengan curiga setiap pemikiran feminis, yang berusaha memberikan suatu penjelasan tertentu, mengenai penyebab opresi terhadap perempuan, atau langkah-langkah tertentu yang harus diambil perempuan untuk mencapai kebebasan. Beberapa feminis postmodern begitu curiga mengenai pemikiran feminis tradisional, sehingga mereka menolak pemikiran tersebut. Misalnya Helene Cixous sama sekali tidak mau menggunakan istilah feminis dan lesbian. Menurutnya, kata-kata tersebut bersifat parasit dan menempel pada pemikiran falogosentris karena kedua kata tersebut berkonotasi “penyimpangan dari suatu norma dan bukannya merupakan pilihan seksual yang bebas atau sebuah ruang untuk solidaritas perempuan.
  8. Feminisme multicultural dan global, yaitu pandangan bahwa gagasan tentang “perempuan” ada sebagai bentuk platonik, yang seolah-olah setiap perempuan dapat sesuai dengan kategori itu. Kedua pandangan feminisme ini juga menafikkan “chauvinisme perempuan” yaitu kecenderungan dari segelintir perempuan, yang diuntungkan karena ras atau kelas mereka, misalnya, untuk berbicara atas nama perempuan lain.
  9. Ekofeminisme, berusaha untuk menunjukkan hubungan antara semua bentuk opresi manusia, tetapi juga memfokuskan pada usaha manusia untuk mendominasi dunia bukan manusia, alam. Karena perempuan secara cultural dikaitkan dengan alam, ekofeminis berpendapat ada hubungan konseptual, simbolik dan lingustik antara feminis dan isu ekologi. Menurut Karen J. Warren, keyakinan, nilai, sikap dan asumsi dasar dunia Barat atas dirinya sendiri dan orang-orangnya dibentuk oleh bingkai pikir konseptual patriarkal yang opresif, yang bertujuan untuk menjelaskan, membenarkan dan menjaga hubungan antara dominasi dan subordinasi secara umum serta dominasi laki-laki terhadap perempuan pada khususnya.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapatlah kemudian penulis mengambil kesimpulan bahwa kajian feminisme dalam analisis tokoh utama novel Satu Jodoh Dua Istikharah Karya Ma'mun Affany dalam penelitian ini mengacu pada feminisme psikonalisis yaitu fundamental atas cara bertindak perempuan berakar dalam psike perempuan, terutama dalam cara pikir perempuan.

Ada banyak isu-isu yang berkaitan dengan feminisme, teori-teori feminisme sendiri pada haikatnya dimunculkan oleh tokoh-tokoh feminis dalam menanggapi siu-isu tersebut. Dan diantara isu-isu feminisme yang paling mencolok adalah masalah ketidak adilan gender. Perbedaan gender sebenarnya bukan suatu masalah sepanjang perbedaan itu tidak melahirkan ketidakadilan gender. Ternyata banyak terjadi ketidakadilan bagi kaum perempuan. Ketidak adilan gender merupakan sistem dan struktur dimana kaum laki-laki atau perempuan menjadi korban atas sistem tersebut (Fakih, 2008: 26). Diantara bebarapa ketidak adilan gender bagi perempuan di antaranya adalah:

1.Patriarki

Walby (dalam Wiyatmi, 2010:100-101) menjelaskan bahwa patriarki merupakan sebuah sistem sosial yang pada praktiknya menempatkan laki-laki pada posisi yang berkuasa dan menindas perempuan. Sistem patriarki ini terjadi tidak hanya di ruang publik namun juga di privat. Keluarga merupakan awal kekuasaan laki-laki dibentuk dan dilanggengkan.

Gerak-gerik perempuan memiliki batasan yang jelas dalam masyarakat patriarki (Bhasin, 1996: 9-10). Hal tersebut akan terlihat ketika banyaknya aturan yang membatasi anak perempuan. Pembatasan ini dapat dicontohkan ketika anak  perempuan akan keluar rumah, terdapat aturan untuk pergaulannya dengan lawan jenis maupun sesama. Terkadang bahkan ada tradisi pingitan untuk anak perempuan yang memasuki usia remaja, hal ini terjadi pada jaman sebelum Indonesia merdeka.

Hal senada juga diungkapkan oleh Abdullah (2006:6-7) yang menjelaskan bahwa ideologi familialisme merupakan akar dari penegasan perempuan untuk peran domestiknya. Ideologi ini membuat perempuan hanya ingin menjadi istri dan ibu yang baik. Penilaian baik dan buruk ini dilihat dari sudut pandang yang dibuat oleh masyarakat patriarki, yakni menjadi pendorong keberhasilan suami dan dapat memberikan keturunan yang baik. Jika keduanya tidak dilakukan dengan baik, maka perempuan tersebut akan dinilai tidak bisa menjadi istri maupun ibu yang baik. Hal tersebut bisa dicontohkan bila anak nakal dan tidak menuruti perkataan orang tua, maka kesalahan akan dibebankan pada ibu, bukan ayah. Ibu dinilai tidak becus mendidik anak, dia dinilai gagal menjadi seorang ibu yang baik, namun tidak demikian dengan laki-laki.

2.Marginalisasi

Marginalisasi adalah suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan kemiskinan.Banyak cara yang dapat digunakan untuk memarjinalkan seseorang atau kelompok. Salah satunya adalah dengan menggunakan asumsi gender. Misalnya dengan anggapan bahwa perempuan berfungsi sebagai pencari nafkah tambahan, maka ketika mereka bekerja diluar rumah (sector public), seringkali dinilai dengan anggapan tersebut. Jika hal tersebut terjadi, maka sebenarnya telah berlangsung proses pemiskinan dengan alasan gender.

3.Subordinasi

Subordinasi adalah suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain. Seperti gajih karywan laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan karyawan perempuan, karena mengangap laki-laki memiliki kemampuan multifungsi.

4.Sterotipe atau Pelabelan Negatif

Semua bentuk ketidakadilan gender diatas sebenarnya berpangkal pada satu sumber kekeliruan yang sama, yaitu  stereotype gender laki-laki dan perempuan. Stereotype itu sendiri berarti pemberian citra bakuatau label/cap kepada seseorang atau kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah atau sesat. Pelabelan umumnya dilakukan dalam dua hubungan atau lebih dan seringkali digunakan sebagai alasan untuk membenarkan suatu tindakan dari satu kelompok atas kelompok lainnya. Pelabelan juga menunjukkan adanya relasi kekuasaan yang timpang atau tidak seimbang  yang bertujuan untuk menaklukkan atau menguasai pihak lain.Pelabelan negative juga dapat dilakukan atas dasar anggapan gender. Namun seringkali pelabelan negative ditimpakan kepada perempuan.

5.Kekerasan

Kekerasan (violence) artinya tindak kekerasan, baik fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat atau negara terhadap jenis kelamin lainnya. Peran gender telah membedakan karakter perempuan dan laki-laki. Perempuan dianggap feminism dan laki-laki maskulin. Karakter ini kemudian mewujud dalam ciri-ciri psikologis, seperti laki-laki dianggap gagah, kuat, berani dan sebagainya. Sebaliknya perempuan dianggap lembut, lemah, penurut dan sebagainya. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pembedaan itu. Namun ternyata pembedaan karakter tersebut melahirkan tindakan kekerasan. Dengan anggapan bahwa perempuan itu lemah, itu diartikan sebagai alasan untuk diperlakukan semena-mena, berupa tindakan kekerasan.

6.Beban ganda (double burden)

Beban ganda (double burden) artinya beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya. Peran reproduksi perempuan seringkali dianggap peran yang statis dan permanen. Walaupun sudah ada peningkatan jumlah perempuan yang bekerja diwilayah public, namun tidak diiringi dengan berkurangnya beban mereka di wilayah domestic. Upaya maksimal yang dilakukan mereka adalah mensubstitusikan pekerjaan tersebut kepada perempuan lain, seperti pembantu rumah tangga atau anggota keluarga perempuan lainnya. Namun demikian, tanggung jawabnya masih tetap berada di pundak perempuan. Akibatnya mereka mengalami beban yang berlipat ganda.

Belum ada Komentar untuk "Jenis-Jenis Kajian Feminisme Sastra"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel