Pengertian Bagi Hasil


Bagi hasil menurut istilah adalah suatu sistem yang meliputi tata carapembagian hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola dana[1]
Sedang menurut terminologi asing (Inggris) bagi hasil dikenal dengan profit sharring. Profit sharring dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara profit sharring diartikan: "Distribusi beberapa bagian dari laba (profit) pada para pegawai dari suatu perusahaan". Lebih lanjut dikatakan, bahwa hal itu dapat berbentuk suatu bonus uang tunai tahunan yang didasarkan pada laba yang diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya, atau dapat berbentuk pembayaran mingguan atau bulanan[2].
Bentuk-bentuk pembagian laba yang tidak langsung mencakup alokasi saham-saham (penyertaan) perusahaan pada para pegawai, dibayar melalui laba perusahaan, dan memberikan para pegawai opsi untuk membeli sahamsaham sampai pada jumlah tertentu dimana yang akan datang pada tingkat harga sekarang, sehingga memungkinkan para pegawai memperoleh keuntungan baik dari pembagian deviden maupun setiap pertumbuhan dalam laba. Jika dalam suatu perusahaan, maka perolehan bagian laba sering dianjurkan untuk meningkatkan tanggung jawab pegawai dan dengan demikian meningkatkan produktivitas. nilai saham yang dihasilkan dari peningkatan dalam kemampuan memperoleh laba. Jika dalam suatu perusahaan, maka perolehan bagian laba sering dianjurkan untuk meningkatkan tanggung jawab pegawai dan dengan demikian meningkatkan produktivitas[3].
Pada mekanisme lembaga keuangan syari'ah atau bagi hasil,  pendapatan bagi hasil ini berlaku untuk produk-produk penyertaan, baik penyertaan menyeluruh maupun sebagian-sebagian, atau bentuk bisnis korporasi (kerjasama). Pihak-pihak yang terlibat dalam kepentingan bisnis yang disebut tadi, harus melakukan transparansi dan kemitraan secara baik dan ideal. Sebab semua pengeluaran dan pemasukan rutin untuk kepentingan pribadi yang menjalankan proyek[4].
Keuntungan yang dibagihasilkan harus dibagi secara proporsional antara shahibul maal dengan mudharib. Dengan demikian, semua pengeluaran rutin yang berkaitan dengan bisnis mudlarabah, bukan untuk kepentingan pribadi mudharib, dapat dimasukkan ke dalam biaya operasional. Keuntungan bersih harus dibagi antara shahibul maal dan mudharib sesuai dengan proporsi yang disepakati sebelumnya dan secara eksplisit disebutkan dalam perjanjian awal. Tidak ada pembagian laba sampai semua kerugian telah ditutup dan ekuiti shahibul maal telah dibayar kembali. Jika ada pembagian keuntungan sebelum habis masa perjanjian akan dianggap sebagai pembagian keuntungan di muka.
 Inti mekanisme investasi bagi hasil pada dasarnya adalah terletak pada kerjasama yang baik antara shahibul maal dengan mudharib. Kerjasama atau partnership merupakan karakter dalam masyarakat ekonomi Islam. Kerjasama ekonomi harus dilakukan dalam semua lini kegiatan ekonomi, yaitu: produksi,  distribusi barang maupun jasa. Salah satu bentuk kerjasama dalam bisnis atau ekonomi Islam adalah qirad atau mudlarabah. Qirad atau mudlarabah adalah kerjasama antara pemilik modal atau uang dengan pengusaha pemilik keahlian atau ketrampilan atau tenaga dalam pelaksanaan unit-unit ekonomi atau proyek usaha. Melalui qirad atau mudlarabah kedua belah pihak yang bermitra tidak akan mendapatkan bunga, tetapi mendapatkan bagi hasil atau profit dan loss sharing dari proyek ekonomi yang disepakati bersama.
Prinsip revenue sharing diterapkan berdasarkan pendapat dari Imam Syafi'i yang mengatakan bahwa mudharib tidak boleh menggunakan harta mudharabah sebagai biaya baik dalam keadaan menetap maupun bepergian (diperjalanan) karena mudharib telah mendapatkan bagian keuntungan maka ia tidak berhak mendapatkan sesuatu (nafkah) dari harta itu yang pada akhirnya ia akan mendapat yang lebih besar dari bagian shahibul mal. Sedangkan, untuk profit sharing diterapkan berdasarkan pendapat dari Abu Hanifah, Malik, Zaidiyah yang mengatakan bahwa mudharib dapat membelanjakan harta mudharabah hanya bila perdagangannya itu diperjalanan saja baik itu berupa biaya makan, minum, pakaian dan sebagainya. Imam Ahmad bin Hambali mengatakan bahwa mudharib boleh menafkahkan sebagian dari harta mudharabah baik dalam keadaan menetap atau bepergian dengan ijin shahibul mal, tetapi besarnya nafkah yang boleh digunakan adalah nafkah yang telah dikenal (menurut kebiasaan) para pedagang dan tidak boros[5].

[1] Ahmad Rofiq, Fiqih Kontekstual dari Normatif ke Pemaknaan Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hlm. 153
[2] Cristopher Pass, et al, Kamus Lengkap Ekonomi, Jakarta: Erlangga, 1997, Cet. Ke-2,hlm. 537.
[3] Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syari'ah, Yogyakarta: UII Press, 2001, hlm.23.
[4] Ibid 23
[5] www.syariah.com, diakses tanggal 22 juni 2016 , pukul 19.00 WIB 

Belum ada Komentar untuk "Pengertian Bagi Hasil"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel