Pengertian Bagi Hasil
11/07/18
Tulis Komentar
Bagi
hasil menurut istilah adalah suatu sistem yang meliputi tata carapembagian
hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola dana[1].
Sedang menurut terminologi asing (Inggris) bagi hasil dikenal dengan profit
sharring. Profit sharring dalam kamus ekonomi diartikan pembagian
laba. Secara profit sharring diartikan: "Distribusi beberapa bagian
dari laba (profit) pada para pegawai dari suatu perusahaan". Lebih
lanjut dikatakan, bahwa hal itu dapat berbentuk suatu bonus uang tunai tahunan
yang didasarkan pada laba yang diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya, atau
dapat berbentuk pembayaran mingguan atau bulanan[2].
Bentuk-bentuk
pembagian laba yang tidak langsung mencakup alokasi saham-saham (penyertaan)
perusahaan pada para pegawai, dibayar melalui laba perusahaan, dan memberikan
para pegawai opsi untuk membeli sahamsaham sampai pada jumlah tertentu dimana
yang akan datang pada tingkat harga sekarang, sehingga memungkinkan para
pegawai memperoleh keuntungan baik dari pembagian deviden maupun setiap
pertumbuhan dalam laba. Jika dalam suatu perusahaan, maka perolehan bagian laba
sering dianjurkan untuk meningkatkan tanggung jawab pegawai dan dengan demikian
meningkatkan produktivitas. nilai saham yang dihasilkan dari peningkatan dalam
kemampuan memperoleh laba. Jika dalam suatu perusahaan, maka perolehan bagian
laba sering dianjurkan untuk meningkatkan tanggung jawab pegawai dan dengan
demikian meningkatkan produktivitas[3].
Pada
mekanisme lembaga keuangan syari'ah atau bagi hasil, pendapatan bagi hasil ini berlaku untuk
produk-produk penyertaan, baik penyertaan menyeluruh maupun sebagian-sebagian,
atau bentuk bisnis korporasi (kerjasama). Pihak-pihak yang terlibat dalam kepentingan
bisnis yang disebut tadi, harus melakukan transparansi dan kemitraan secara
baik dan ideal. Sebab semua pengeluaran dan pemasukan rutin untuk kepentingan
pribadi yang menjalankan proyek[4].
Keuntungan
yang dibagihasilkan harus dibagi secara proporsional antara shahibul maal dengan
mudharib. Dengan demikian, semua pengeluaran rutin yang berkaitan dengan
bisnis mudlarabah, bukan untuk kepentingan pribadi mudharib,
dapat dimasukkan ke dalam biaya operasional. Keuntungan bersih harus dibagi
antara shahibul maal dan mudharib sesuai dengan proporsi yang
disepakati sebelumnya dan secara eksplisit disebutkan dalam perjanjian
awal. Tidak ada pembagian laba sampai semua kerugian telah ditutup dan ekuiti
shahibul maal telah dibayar kembali. Jika ada pembagian keuntungan sebelum
habis masa perjanjian akan dianggap sebagai pembagian keuntungan di muka.
Inti mekanisme investasi bagi hasil pada
dasarnya adalah terletak pada kerjasama yang baik antara shahibul maal dengan
mudharib. Kerjasama atau partnership merupakan karakter dalam
masyarakat ekonomi Islam. Kerjasama ekonomi harus dilakukan dalam semua lini
kegiatan ekonomi, yaitu: produksi,
distribusi barang maupun jasa. Salah satu bentuk kerjasama dalam bisnis
atau ekonomi Islam adalah qirad atau mudlarabah. Qirad atau
mudlarabah adalah kerjasama antara pemilik modal atau uang dengan
pengusaha pemilik keahlian atau ketrampilan atau tenaga dalam pelaksanaan
unit-unit ekonomi atau proyek usaha. Melalui qirad atau mudlarabah kedua
belah pihak yang bermitra tidak akan mendapatkan bunga, tetapi mendapatkan bagi
hasil atau profit dan loss sharing dari proyek ekonomi yang
disepakati bersama.
Prinsip
revenue sharing diterapkan berdasarkan pendapat dari Imam Syafi'i yang
mengatakan bahwa mudharib tidak boleh menggunakan harta mudharabah sebagai
biaya baik dalam keadaan menetap maupun bepergian (diperjalanan) karena mudharib
telah mendapatkan bagian keuntungan maka ia tidak berhak mendapatkan
sesuatu (nafkah) dari harta itu yang pada akhirnya ia akan mendapat yang lebih
besar dari bagian shahibul mal. Sedangkan, untuk profit sharing diterapkan
berdasarkan pendapat dari Abu Hanifah, Malik, Zaidiyah yang mengatakan bahwa mudharib
dapat membelanjakan harta mudharabah hanya bila perdagangannya itu
diperjalanan saja baik itu berupa biaya makan, minum, pakaian dan sebagainya.
Imam Ahmad bin Hambali mengatakan bahwa mudharib boleh menafkahkan
sebagian dari harta mudharabah baik dalam keadaan menetap atau bepergian
dengan ijin shahibul mal, tetapi besarnya nafkah yang boleh digunakan
adalah nafkah yang telah dikenal (menurut kebiasaan) para pedagang dan tidak
boros[5].
[1] Ahmad Rofiq, Fiqih
Kontekstual dari Normatif ke Pemaknaan Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2004, hlm. 153
[2] Cristopher Pass,
et al, Kamus Lengkap Ekonomi, Jakarta: Erlangga, 1997, Cet. Ke-2,hlm. 537.
[3] Muhammad, Teknik
Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syari'ah, Yogyakarta: UII Press, 2001,
hlm.23.
[4] Ibid 23
[5] www.syariah.com, diakses tanggal
22 juni 2016 , pukul 19.00 WIB
Belum ada Komentar untuk "Pengertian Bagi Hasil"
Posting Komentar